Semalam, di sebuah acara pelancaran buku aku ada lihat sepasang mata bening luar biasa milik seorang gadis bertudung litup. Aku naik saksi ketika matanya terpejam didesak kehendak alam kosmos pun ikut sama terpadam.
Kemudian leret matanya sibuk menjilati keramaian menyerap segala dengung dengung urusan jual beli dan promosi. Kami sempat berbalas senyuman, sederhana tapi cukup sempurna.
Secara tiba tiba aku dibawa masuk ke dalam anak mata hitamnya menelusup masuk ke dalam belahan kornea menyaksikan segala kesedihan yang ditanggung.
Langsung timbul perasaan kagum dalam benak hati. Mahu menyapanya dengan kata kata mesra aku paling tidak berani. Bimbang kalimat kalimat yang meniti keluar nanti belum kemas tersusun dan akan aku kesali. Lalu aku ambil keputusan untuk menundukkan pandangan. Malu, lelaki seperti aku sedih yang sedikit sedikit ini begitu mudah punah dek rasa gundah. Sedangkan dia pemilik mata bening luar biasa masih mampu tersenyum beri cahaya pada pengunjung acara walau hati sedang bergelora. Dia hilang dalam kesibukan dan terus menghadirkan kesepian. Seolah olah tanah ini baru sahaja dilanda taufan yang menorehkan segala perasaan kehilangan. Namun cahayanya masih berbekas dan ruang pesta masih bergema dengan gelak tawa.
Jadi, aku pun ikut senyum ; juga sederhana, cuma masih belum cukup sempurna.
No comments:
Post a Comment